Makalah Pengertian, Unsur, Fungsi dan Pandangan Islam Mengenai Harta
1.
PENGERTIAN HARTA
Istilah Harta atau al-mal dalam Al-Qur’an maupun Sunnah
tidak dibatasi dalam ruang lingkup makna tertentu, sehingga pengertian al-Mal
sangat luas dan selalu berkembang. Kriteria harta menurut para ahli fiqih
terdiri atas: pertama, memiliki unsure nilai ekonomis. Kedua, unsur
manfaat atau jasa diperoleh dari suatu barang.
Nilai ekonomis dan manfaat yang menjadi kriteria harta ditentukan berdasarkan urf (kebiasaan/adat)yang berlaku di masyarakat. As-Syuti berpendapat bahwa istilah Mal hanya untuk barang yang memiliki nilai ekonomis, dapat diperjualbelikan, dan dikenakan ganti rugi baik yang merusak maupun melenyapkannya.
Nilai ekonomis dan manfaat yang menjadi kriteria harta ditentukan berdasarkan urf (kebiasaan/adat)yang berlaku di masyarakat. As-Syuti berpendapat bahwa istilah Mal hanya untuk barang yang memiliki nilai ekonomis, dapat diperjualbelikan, dan dikenakan ganti rugi baik yang merusak maupun melenyapkannya.
Dengan demikian tempat bergantungnya status al-Mal terletak
pada nilai ekonomis suatu barang berdasarkan urf. Besar kecilnya nilai ekonomis
dalam harta tergantung pada besar kecilnya manfaat suatu barang. Faktor manfaat
menjadi patokan dalam menetapkan nilai ekonomis ekonomis suatu barang. Maka
manfaat suatu barang menjadi tujuan dari semua jenis harta.[1]
2.
PANDANGAN ISLAM MENGENAI HARTA
Pandangan Islam mengenai harta dapat diuraikan sebagai berikut:
1.
Pemiliki
Mutlak terhadap segala sesuatu yang ada di muka bumi ini adalah ALLAH SWT.
Kepemilikan oleh manusia bersifat relatif, sebatas untuk melaksanakan amanah
mengelola dan memanfaatkan sesuai dengan ketentuanNya (QS al_Hadiid: 7).
2.
Status
harta yang dimiliki manusia adalah sebagai berikut :
2.1. Harta
sebagai amanah (titipan) dari Allah SWT. Manusia hanyalah pemegang amanah
karena memang tidak mampu mengadakan benda dari tiada.
2.2. Harta
sebagai perhiasan hidup yang memungkinkan manusia bisa menikmatinya dengan baik
dan tidak berlebih-lebihan ( Ali Imran: 14). Sebagai perhiasan hidup harta
sering menyebabkan keangkuhan, kesombongan serta kebanggaan diri.(Al-Alaq:
6-7).
2.3. Harta
sebgai ujian keimanan. Hal ini menyangkut soal cara mendapatkan dan
memanfaatkannya, apakah sesuai dengan ajaran Islam atau tidak (al-Anfal: 28).
2.4. Harta
sebagai bekal ibadah, yakni untuk melaksankan perintahNyadan melaksanakan
muamalah si antara sesama manusia, melalui zakat, infak, dan sedekah.(at-Taubah
:41,60; Ali Imran:133-134).
3.
Pemilikan
harta dapat dilakukan melalui usaha (amal) ataua mata pencaharian (Maisyah)
yang halal dan sesuai dengan aturan-Nya. (al-Baqarah:267)
4.
Dilarang
mencari harta , berusaha atau bekerja yang melupakan mati (at-Takatsur:1-2),
melupakan Zikrullah/mengingat Allah (al-Munafiqun:9), melupakan sholat dan
zakat (an-Nuur: 37), dan memusatkan kekayaan hanya pada sekelompok orang kaya
saja (al-Hasyr: 7)
5.
Dilarang
menempuh usaha yang haram, seperti melalui kegiatan riba (al-Baqarah: 273-281),
perjudian, jual beli barang yang haram (al-maidah :90-91), mencuri merampok
(al-Maidah :38), curang dalam takaran dan timbangan (al-Muthaffifin: 1-6),
melalui cara-cara yang batil dan merugikan (al-Baqarah:188), dan melalui suap
menyuap (HR Imam Ahmad).[2]
3.
UNSUR-UNSUR HARTA
Menurut para Fuqaha bahwa harta bersendi pada dua unsur, yaitu:
1.
Unsur ‘aniyab adalah
bahwa harta itu ada wujudnya dalam kenyataan (a’yan), maka manfaat sebuah rumah
yang dipelihara manusia tidak disebut harta, tetapi termasuk milik atau hak.
2.
Unsur ‘urf adalah
segala sesuatu yang dipandang harta oleh manusia atau sebagian manisia,
tidaklah manusia memelihara sesuatu kecuali menginginkan manfaatnya, baik
manfaat madiyahmaupun manfaat ma’nawiyah.[3]
4.
FUNGSI HARTA
Harta dipelihara manusia karena manusia membutuhkan manfaat harta
tersebut, maka fungsi harta amat banyak, baik kegunaan dalam yang baik, maupun
kegunaan dam hal yang jelek, yaitu:
4.1. Untuk
menyempurnakan pelaksanaan ibadah yang khas (mahdhah), sebab untuk ibadah
memerlukan alat-alat seperti kain untuk menutup aurat dalam pelaksanaan shalat,
bekal untuk melaksanakan ibadah haji, berzakat, shadaqah, hibbah dan yang
lainnya.
4.2. Untuk
meningkatkan keimanan (ketaqwaan) kepada Allah.
4.3. Untuk
menyelaraskan (menyeimbangkan) antara kehidupan dunia dan akhirat.
4.4. Untuk
meneruskan kehidupan dari satu periode ke periode berikutnya.
4.5. Untuk
mengembangkan dan menegakkan ilmu-ilmu, karena menurut ilmu tanpa modal akan
tersa sulit, seperti sesorang tidak bisa kuliah di perguruan tinggi bila ia
tidak memiliki biaya.
4.6. Untuk
memutarkan (mentasharuf) peranan-peranan kehidupan yakni adanya pembantu dan
tuan. Adanya orang kaya dan miskin sehingga antara pihak saling membutuhkan
karena itu tersusunlah masyarakat yang harmonis dan berkecukupan.
4.7. Untuk
menumbuhkan silahturrahim, karena adanya perbedaan dan keperluan sehingga
terjadilah interaksi dan komunikasi silaturrahim dalam rangka saling mencukupi
kebutuhan.[4]
[1]
http://reza-rahmat.blogspot.co.id/2012/06/ruang-lingkup-bisnis-syariah.html
di akses pada pukul 06:00, tanggal 07/07/2017
[2]
https://infodakwahislam.wordpress.com/2013/03/24/kedudukan-harta-dalam-islam/
diakses pada pukul 06:00 WIB, tanggal 07/07/2017
[3]
http://mitoyono.blogspot.co.id/2010/12/kedudukan-dan-fungsi-harta.html
diaksese pada jam 06:00 WIB, tanggal 07/07/2017
[4]
http://mitoyono.blogspot.co.id/2010/12/kedudukan-dan-fungsi-harta.html
diaksese pada jam 06:00 WIB, tanggal 07/07/2017