Makalah Pengertian, Unsur, Fungsi dan Pandangan Islam Mengenai Harta

July 06, 2017 Add Comment
1.      PENGERTIAN HARTA
Istilah Harta atau al-mal dalam Al-Qur’an maupun Sunnah tidak dibatasi dalam ruang lingkup makna tertentu, sehingga pengertian al-Mal sangat luas dan selalu berkembang. Kriteria harta menurut para ahli fiqih terdiri atas: pertama, memiliki unsure nilai ekonomis. Kedua, unsur manfaat atau jasa diperoleh dari suatu barang.
Nilai ekonomis dan manfaat yang menjadi kriteria harta ditentukan berdasarkan urf (kebiasaan/adat)yang berlaku di masyarakat. As-Syuti berpendapat bahwa  istilah Mal hanya untuk barang yang memiliki nilai ekonomis, dapat diperjualbelikan, dan dikenakan ganti rugi baik yang merusak maupun melenyapkannya.
Dengan demikian tempat bergantungnya status al-Mal terletak pada nilai ekonomis suatu barang berdasarkan urf. Besar kecilnya nilai ekonomis dalam harta tergantung pada besar kecilnya manfaat suatu barang. Faktor manfaat menjadi patokan dalam menetapkan nilai ekonomis ekonomis suatu barang. Maka manfaat suatu barang menjadi tujuan dari semua jenis harta.[1]
2.      PANDANGAN ISLAM MENGENAI HARTA
Pandangan Islam mengenai harta dapat diuraikan sebagai berikut:
1.      Pemiliki Mutlak terhadap segala sesuatu yang ada di muka bumi ini adalah ALLAH SWT. Kepemilikan oleh manusia bersifat relatif, sebatas untuk melaksanakan amanah mengelola dan memanfaatkan sesuai dengan ketentuanNya (QS al_Hadiid: 7).
2.      Status harta yang dimiliki manusia adalah sebagai berikut :
2.1.     Harta sebagai amanah (titipan) dari Allah SWT. Manusia hanyalah pemegang amanah karena memang tidak mampu mengadakan benda dari tiada.
2.2.        Harta sebagai perhiasan hidup yang memungkinkan manusia bisa menikmatinya dengan baik dan tidak berlebih-lebihan ( Ali Imran: 14). Sebagai perhiasan hidup harta sering menyebabkan keangkuhan, kesombongan serta kebanggaan diri.(Al-Alaq: 6-7).
2.3.     Harta sebgai ujian keimanan. Hal ini menyangkut soal cara mendapatkan dan memanfaatkannya, apakah sesuai dengan ajaran Islam atau tidak (al-Anfal: 28).
2.4.  Harta sebagai bekal ibadah, yakni untuk melaksankan perintahNyadan melaksanakan muamalah si antara sesama manusia, melalui zakat, infak, dan sedekah.(at-Taubah :41,60; Ali Imran:133-134).
3.      Pemilikan harta dapat dilakukan melalui usaha (amal) ataua mata pencaharian (Maisyah) yang halal dan sesuai dengan aturan-Nya. (al-Baqarah:267)
4.      Dilarang mencari harta , berusaha atau bekerja yang melupakan mati (at-Takatsur:1-2), melupakan Zikrullah/mengingat Allah (al-Munafiqun:9), melupakan sholat dan zakat (an-Nuur: 37), dan memusatkan kekayaan hanya pada sekelompok orang kaya saja (al-Hasyr: 7)
5.      Dilarang menempuh usaha yang haram, seperti melalui kegiatan riba (al-Baqarah: 273-281), perjudian, jual beli barang yang haram (al-maidah :90-91), mencuri merampok (al-Maidah :38), curang dalam takaran dan timbangan (al-Muthaffifin: 1-6), melalui cara-cara yang batil dan merugikan (al-Baqarah:188), dan melalui suap menyuap (HR Imam Ahmad).[2]
3.      UNSUR-UNSUR HARTA
Menurut para Fuqaha bahwa harta bersendi pada dua unsur, yaitu:
1.      Unsur ‘aniyab adalah bahwa harta itu ada wujudnya dalam kenyataan (a’yan), maka manfaat sebuah rumah yang dipelihara manusia tidak disebut harta, tetapi termasuk milik atau hak.
2.      Unsur ‘urf  adalah segala sesuatu yang dipandang harta oleh manusia atau sebagian manisia, tidaklah manusia memelihara sesuatu kecuali menginginkan manfaatnya, baik manfaat madiyahmaupun manfaat ma’nawiyah.[3]

4.      FUNGSI HARTA
Harta dipelihara manusia karena manusia membutuhkan manfaat harta tersebut, maka fungsi harta amat banyak, baik kegunaan dalam yang baik, maupun kegunaan dam hal yang jelek, yaitu:
4.1.        Untuk menyempurnakan pelaksanaan ibadah yang khas (mahdhah), sebab untuk ibadah memerlukan alat-alat seperti kain untuk menutup aurat dalam pelaksanaan shalat, bekal untuk melaksanakan ibadah haji, berzakat, shadaqah, hibbah dan yang lainnya.
4.2.       Untuk meningkatkan keimanan (ketaqwaan) kepada Allah.
4.3.       Untuk menyelaraskan (menyeimbangkan) antara kehidupan dunia dan akhirat.
4.4.       Untuk meneruskan kehidupan dari satu periode ke periode berikutnya.
4.5.      Untuk mengembangkan dan menegakkan ilmu-ilmu, karena menurut ilmu tanpa modal akan tersa sulit, seperti sesorang tidak bisa kuliah di perguruan tinggi bila ia tidak memiliki biaya.
4.6.  Untuk memutarkan (mentasharuf) peranan-peranan kehidupan yakni adanya pembantu dan tuan. Adanya orang kaya dan miskin sehingga antara pihak saling membutuhkan karena itu tersusunlah masyarakat yang harmonis dan berkecukupan.
4.7.   Untuk menumbuhkan silahturrahim, karena adanya perbedaan dan keperluan sehingga terjadilah interaksi dan komunikasi silaturrahim dalam rangka saling mencukupi kebutuhan.[4]


Pengertian Bisnis Syariah, Ruang Lingkup dan Ciri Khasnya Lengkap

July 06, 2017 Add Comment
1.      PENGERTIAN BISNIS SYARIAH
Kata Bisnis berasal dari bahasa inggris, Bussines (plural business). Mengandung sebuah arti di antaranya Commercial Activity involving the exchange of money for goods or services-Usaha komersial yang menyangkut soal penukaran uang bagi produsen dan distributor (goods) atu bidang jasa (services). Kamus Besar Bahasa Indonesia mengartikannya sebagai : Usaha dagang, Usaha komersial, dalam dunia perdagangan, Bidang usaha.
Jadi,Bisnis dapat di artikan sebagai “ Segala bentuk aktivitas dari berbag transaksi-transaksi yang di lakukan manusia guna mengahsilakn keuntungan, baik berupa barang atau jasa untk memenuhi kebutuhan masyarakat sehari-hari”.
      Sedangkan kata syariah biasa di sebut asy-syariah (mufrad dari syara’i) secara harfiah berarti jalan ke sumber air dan tempat orang-orang yang minum. Singkatnya tujuan dari syariah itu sendiri adalah menjamin keselamatan manusia secara fisik,moral,dan spiritual di dunia ini dan untuk menyiapkan perjumpaan dengan Allah di hari yang akan datang.
Dari penjelasan di atas,dapat di tarik kesimpulan bahwa,Bisnis Syariah merupakan “ Serangkaian aktivitas bisnis  dalam berbagai bentuknya(yang tidak di batasi),Namun di batasi dalam cara perolehan dan pendayaan hartanya (ada aturan halal dan haram). Dalam arti,Pelaksanaan bisnis harus tetap berpegang pada ketentuan syariat (aturan-aturan dalam Al-Quran Dan Al-Hadits ). Dengan demikian syariat merupakan nilai utama yang menjadi paling strategis maupun taktis bagi pelaku kegaiatan ekonomi (bisnis).[1]
2.      RUANG LINGKUP BISNIS SYARIAH
Ada empat prinsip dalam ilmu ekonomi Islam yang mesti diterapkan dalam bisnis syari’ah, antara lain sebagai berikut: dan
1.      Tauhid (Unity/kesatuan)
Tauhid mengantarkan manusia pada pengakuan akan keesaan Allah selaku Tuhan semesta alam. Dalam kandungannya meyakini bahwa segala sesuatu yang ada di alam ini bersumber dan berakhir kepada-Nya. Dialah pemilik mutlak dan absolut atas semua yang diciptakannya. Oleh sebab itu segala aktifitas khususnya dalam muamalah dan bisnis manusia hendaklah mengikuti aturan-aturan yang ada jangan sampai menyalahi batasan-batasan yang telah diberikan.
2.      Keseimbangan atau Kesejajaran (Equilibrium)
Keseimbangan atau kesejajaran (Equilibrium) merupakan konsep yang menunjukkan adanya keadilan sosial.
3.      Kehendak Bebas (Free Will)
Kehendak bebas (Free Will) yakni manusia mempunyai suatu potensi dalam menentukan pilihan-pilihan yang beragam, karena kebebasan manusia tidak dibatasi. Tetapi dalam kehendak bebas yang diberikan Allah kepada manusia haruslah sejalan dengan prinsip dasar diciptakannya manusia yaitu sebagai khalifah di bumi. Sehingga kehendak bebas itu harus sejalan dengan kemaslahatan kepentingan individu telebih lagi pada kepentingan umat.
4.      Tanggung Jawab (Responsibility)
Tanggung Jawab (Responsibility) terkait erat dengan tanggung jawab manusia atas segala aktifitas yang dilakukan kepada Tuhan dan juga tanggung jawab kepada manusia sebagai masyarakat. Karena manusia hidup tidak sendiri dia tidak lepas dari hukum yang dibuat oleh manusia itu sendiri sebagai komunitas sosial. Tanggung jawab kepada Tuhan tentunya diakhirat, tapi tanggung jawab kepada manusia didapat didunia berupa hukum-hukum formal maupun hukum non formal seperti sangsi moral dan lain sebagainya.[2]
3.      CIRI KHAS BISNIS SYARIAH
Bisnis Syariah memiliki perbedaan yang signifikan dengan bisnis non syariah atau lebih tepatnya, bisnis syariah memiliki ciri tersendiri yang menyebabkan bisnis syariah itu berbeda dengan bisnis lainnya. maka kita dapat mengetahuinya melalui ciri dan karakter dari bisnis syariah yang memiliki keunikan dan ciri tersendiri. Beberapa cirri itu antara lain:
1.      Selalu Berpijak Pada Nilai-Nilai Ruhiyah. Nilai ruhiyah adalah kesadaran setiap manusia akan eksistensinya sebagai ciptaan (makhluq) Allah yang harus selalu kontak dengan-Nya dalam wujud ketaatan di setiap tarikan nafas hidupnya. Ada tiga aspek paling tidak nilai ruhiyah ini harus terwujud , yaitu pada aspek : (1) Konsep, (2) Sistem yang di berlakukan, (3) Pelaku (personil).
2.      Memiliki Pemahaman Terhadap Bisnis yang Halal dan Haram. Seorang pelaku bisnis syariah dituntut mengetahui benar fakta-fakta (tahqiqul manath) terhadap praktek bisnis yang Sahih dan yang salah. Disamping juga harus paham dasar-dasar nash yang dijadikan hukumnya (tahqiqul hukmi).
3.      Benar Secara Syar’iy Dalam Implementasi. Intinya pada masalah ini adalah ada kesesuaian antara teori dan praktek, antara apa yang telah dipahami dan yang di terapkan. Sehingga pertimbangannya tidak semata-mata untung dan rugi secara material.
4.      Berorientasi Pada Hasil Dunia dan Akhirat. Bisnis tentu di lakukan untuk mendapat keuntungan sebanyak-banyak berupa harta, dan ini di benarkan dalam Islam. Karena di lakukannya bisnis memang untuk mendapatkan keuntungan materi (qimah madiyah). Dalam konteks ini hasil yang di peroleh, di miliki dan dirasakan, memang berupa harta.[3]